Selasa, 22 Oktober 2019

Dampak Demam Babi Afrika

KOMPAS, SELASA, 8 OKTOBER 2019 – OPINI (halaman 7)

Tri Satya Putri Naipospos
Centre for Indonesian Veterinary Analytical Studies

Demam babi Afrika (African swine fever/ASF) adalah penyakit virus yang menyerang babi dengan angka kematian mendekati 100 persen. Tadinya penyakit ini hampir dilupakan dunia, karena dianggap hanya menyebar dan endemik di Afrika. Sejak muncul pertama kali di Kenya pada 1921, sampai saat ini ASF berkontribusi kepada kemiskinan dan malnutrisi di 27 negara Afrika.

ASF pertama kali menyebar keluar Afrika sejak ditemukan di Portugal dan Spanyol pada 1960-an. Setelah itu menyebar ke hampir seluruh negara di Eropa Barat pada 1970-1990, dan kemudian ke hampir seluruh negara di Eropa Timur pada 2007 hingga kini. Meskipun akhirnya juga endemik di Eropa, tak banyak para ahli tertarik meneliti penyakit ini. Tak heran mengapa lebih dari 60 tahun tak banyak tulisan dipublikasikan tentang penyakit ini dan dianggap tetap jadi misteri bagi para ahli dunia.

Sabtu, 05 Oktober 2019

Pembelajaran dari kejadian wabah African swine fever di China dan Vietnam

Oleh: Tri Satya Putri Naipospos

African swine fever (ASF) yang disebabkan oleh virus African swine fever adalah suatu penyakit hemoragik dan seringkali fatal yang menyerang babi domestik dan babi hutan liar. Penyakit ini wajib dilaporkan (notifiable disease) ke Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE).

Pada tanggal 3 Agustus 2018, China melaporkan adanya wabah ASF pertama di Shenyang, suatu kota di wilayah timur laut China. Pada bulan Oktober 2018, jumlah wabah mencapai 33 yang dilaporkan di 8 provinsi di China, wilayah produsen dan konsumen daging babi terbesar di dunia (Wang T. et al., 2018). Pada bulan September 2019, total ada 158 wabah ASF yang terdeteksi di 32 provinsi/wilayah otonomi/kota/wilayah administratif khusus (FAO, 2019).

Pada tanggal 1 Februari 2019, Vietnam melaporkan adanya wabah ASF pertama di suatu peternakan babi belakang rumah di Provinsi Hung Yen. Peternakan tersebut hanya terdiri dari 20 ekor babi, berjarak + 50 km dari Hanoi dan 250 km dari perbatasan China. Sampai saat ini, total ada 6.083 wabah yang dinotifikasi di 63 wilayah administratif dan belum ada satupun dari wabah tersebut berhasil terselesaikan (Le V. P., 2019).

Kamis, 03 Oktober 2019

Munculnya African swine fever di Asia

Oleh: Tri Satya Putri Naipospos

Saat ini negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara sedang berperang untuk menghentikan penyebaran penyakit African swine fever (ASF) yang sangat menular, yang dikenal juga sebagai penyakit “Ebola babi”. Penyakit ini telah menyebabkan dimusnahkannya jutaan ekor babi di China dan Vietnam.

https://www.iol.co.zaPhoto: AP
Penyakit ASF ini tidak berbahaya bagi manusia, tetapi fatal bagi babi. Sejak kemunculannya di China pada bulan Agustus 2018, ASF telah terdeteksi sampai saat ini di Mongolia, Vietnam, Kamboja, Hongkong, Korea Utara, Laos, Myanmar, Filipina, Korea Selatan dan Timor Leste.

Mayoritas negara-negara Asia yang terjangkit ASF mengonsumsi daging babi sebagai sumber daging primer dibandingkan dengan seluruh produk-produk daging lainnya (Sur J.-H., 2019). Tingkat konsumsi daging babi dunia rata-rata adalah 12,3 kg per kapita. Tingkat konsumsi daging babi di China, Korea Selatan dan Vietnam sangat tinggi berturut-turut 30,4 kg, 30,1 kg, 29,7 kg per kapita. Tingkat konsumsi daging di Filipina lebih rendah yaitu 14,9 kg per kapita (OECD, 2019).

Perubahan persyaratan bebas rabies untuk suatu negara atau zona

Oleh: Tri Satya Putri Naipospos

Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) telah melakukan perubahan persyaratan suatu negara untuk dinyatakan bebas rabies untuk menyesuaikan dengan “Rencana Strategis Global (Global Strategic Plan)” yang telah menetapkan sasaran untuk membebaskan rabies pada manusia yang ditularkan oleh anjing (dog-mediated human rabies) pada tahun 2030.

Rencana strategis gobal ini dituangkan ke dalam suatu dokumen berjudul: "Zero by 30: the global strategic plan to end human deaths from dog-mediated rabies by 2030" oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), bersama dengan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), dan Aliansi Global Pengendalian Rabies (GARC).